Mulutmu terbiasa diam
Dan tanganlah yang berbicara kata
Lewat tulisan-lukisan
Yang bercengkrama dengan pikiran
Menggelontorkan nukilan-nukilan kerisauan dan kesukaan
Dengan tutur sederhana sarat makna
Kau tuangkan sedikit amarah dan kaubumbui dengan gelora
Jadilah si kata-kata pembayang
Dan aku si cermin sederhana
Melihatmu dalam berbagai rupa
Ketika berjaya ataukah tunduk malu
Telah terbiasa
Keluar peraduan engkaulah si jumawa
Tanpa berkasih-kasihan mereka tetap mengaduh
Menista dan membuat gaduh
Dalam sudut-sudut terus mengeluh
Tetapi tanganmu tetap tak tersentuh
Ia menjadi wali bagi hati dan jiwamu
Ia melukis ia menulis
Ribuan kisah menunggu tumpah
Tunggu sang kala menuntaskan makna